Meramu Tradisi Melayu dalam Cerita Pendek: Upaya Kreatif Melindungi Generasi dari Kealpaan Tradisi


(Karya Pemenang Anugerah Sagang Tahun 2011 Kategori Penelitian Budaya)

 Pengantar
Melayu sebagai sebuah bangsa memiliki peradaban yang tinggi dengan hadirnya beragam budaya, tamadun, dan karya-karya peradaban yang diakui oleh masyarakat dunia. Salah satu kekayaan dunia Melayu terdapatnya beragam tradisi yang masih berkembang di masyarakat. Tim Pusat Penelitian Kebudayaan dan Masyarakat Universitas Riau dalam buku Budaya Tradisi Melayu Riau (2005)  memaparkan ragam tradisi yang masih terpelihara di bumi Melayu ini antara lain tradisi Belian, Babalian, Badewo, Menumbai, dan lain-lain.
Dalam masyarakat apapun perubahan sosial dan budaya akan selalu mewarnai perjalanannya menuju suatu titik perkembangan yang tidak berujung. Dalam masyarakat Melayu Riau kesadaran berbagai pihak untuk melanjutkan tradisi luhur ini begitu konsisten dalam tindakannya. Namun berdasarkan pengamatan di lapangan geliat memelihara tradisi yang berkembang ada kecenderungan hanya dinikmati oleh generasi tua. Di kalangan generasi muda dengan banyaknya alternatif budaya pop menyebabkan minimnya pemahaman mereka terhadap tradisi Melayu. Di bangku sekolah pembelajaran Budaya Melayu yang diajarkan ternyata belum menyentuh ranah pemahaman tradisi secara mendalam.
Untuk itu, perlu upaya memberikan pemahaman agar generasi muda Melayu Riau tidak mengalami kealpaan terhadap tradisinya. Salah satu bentuk upaya memelihara tradisi itu dapat dilakukan dengan pendekatan cerita. Mengingat melalui cerita dalam sastra, tradisi yang tadinya hanya dianggap sebagai sebuah fakta dan narasi menjadi lebih indah dan bermakna untuk dipahami.

Berangkat dari Kegelisahan
Penulis sebagai pengajar Sosiologi di SMA, memiliki peran menyampaikan ragam budaya kepada siswa. Pengajaran materi kebudayaan tersebut  akan menarik bila disisipkan pembahasan bernuansa lokalitas tentang kebudayaan Melayu Riau. Ada yang membuat penulis terkejut ketika siswa-siswa diminta menyebutkan beragam tradisi yang ada bumi Melayu ini tidak ada jari yang mengacung untuk mencoba menjawabnya. Tidak ada yang tahu apa itu Petang Megang, Menumbai, Badewo, Mandi Safar, Babalian, Lukah Gilo, Belian, Baganduang, dan sederet beragam tradisi yang ada. Tidak ada satupun yang tahu.
Tak terbayangkan akan hilang di bumi Melayu Riau ini tentang eksotisnya tradisi Menumbai madu di Pohon Sialang yang menjulang tinggi. Sakralnya tradisi pengobatan Badewo dengan Gumantan dan Penyigi Damarnya. Hikmatnya siraman air dalam Mandi Safar. Indahnya seni berbalik perintah Bujang Bayu dalam Babalian. Anehnya lukah yang digerak-gerakkan dalam Lukah Gilo. Rentak harmonisasi ketobung  dalam Belian. Penulis membayangkan bagaimana jadinya bila generasi muda Melayu saat ini tidak memahami sama sekali tradisi-tradisi luhur yang telah mengakar akan hilang begitu saja.
Kuatir berganda penulis alami sebagai guru yang bertanggung jawab menyampaikan materi wawasan kebudayaan daerah dan kuatir sebagai orang yang tinggal di bumi Melayu ini akan kelanjutan tradisi pada generasi muda Melayu. Gelisah akan tanggung jawab yang belum tuntas membuat penulis harus menyelami langkah dan cara apa yang tepat untuk memunculkan dan mengembalikan pemahaman siswa-siswa sebagai generasi muda akan warisan tradisi Bumi Melayu ini.

Generasi Alpa Tradisi
Tidak bisa dipungkiri perubahan waktu telah membawa pada perubahan sosial dan budaya pada manusia. Pengalihan wawasan dan pengetahuan yang dimiliki generasi tua tidak selamanya bisa diterima dengan mudah oleh generasi muda. Beda generasi menyebabkan proses transfer wawasan akan tersendat dan kadang menyebabkan keengganan generasi mudah untuk mempelajarinya. Kondisi inilah yang bisa kita sebut dengan kealpaan tradisi. Kealpaan dapat diartikan hilangnya sebuah pemahaman tentang sesuatu dalam hal ini tradisi. Siapa yang disalahkan? Mencari siapa yang salah bukanlah solusi. Saat ini yang terpenting mencari format kegiatan yang tepat untuk generasi muda menerima transfer budaya.
Penulis perkirakan hilangnya pemahaman generasi muda bisa disebabkan faktor dari dalam diri mereka juga dapat disebabkan oleh faktor dari luar. Faktor dari dalam karena keengganan untuk menerima kehadiran tradisi sebagai sesuatu yang penting dan dapat bermanfaat untuk menambah wawasan budaya. Keengganan berbicara tradisi oleh generasi muda  masih dianggap sebagai sesuatu yang kolot dan ketinggalan zaman. Faktor dari luar bisa berupa lingkungan yang membentuk dengan menganggap tradisi sebagai sesuatu yang kuno yang  harus ditinggalkan. Penulis melihat faktor luar ini di kalangan anak generasi muda sekarang begitu mendominasinya dengan hadirnya beragam hiburan yang lebih “modern” menurut mereka.
Namun perlu upaya kreatif dan menyenangkan bila ingin melakukan transfer wawasan kepada generasi muda saat ini. Apalagi mentransfer tradisi yang kesannya kolot di kalangan generasi muda perlu strategi yang menyentuh jiwa generasi muda. Salah satu strategi yang aku lakukan dengan menggunakan pendekatan karya sastra. Salah satu manfaat sastra adalah memberikan nilai hiburan bagi yang menikmatinya. Karya sastra yang yang penulis gunakan untuk memecahkan permasalahan kekuatiran akan terjadinya kealpaan tradisi adalah dengan menggunakan cerita pendek bertema tradisi Melayu Riau.

Meramu Tradisi Melayu dalam Cerpen
Penulis mencoba mengumpulkan berbagai sumber yang bercerita tentang berbagai tradisi Melayu Riau. Berbagai sumber referensi tentang Melayu perlu didatangi dan koleksi. Meramu berbagai detil yang ada dalam tradisi mulai dari nama tradisi, kelengkapan dan pernak-pernik yang digunakan untuk menjalankan tradisi, pelaku-pelaku yang terlibat, dan alur pelaksanaan tradisi dari awal sampai akhir. Dengan menggunakan format yang telah disiapkan, maka akan lebih mudah untuk mentransfernya ke dalam cerpen bertema tradisi. Dengan berprinsip cerpen harus memiliki tokoh, latar, dan konflik, maka tinggal memadukan saja apa yang ada dalam format tradisi sebagai bahan penulisan.
Dengan menggunakan format meramu tradisi tersebut penulis telah menghasilkan puluhan cerpen bertema tradisi Melayu. Beberapa judul yang dapat kusebutkan “Ketobung” berkisah tentang pemukul gendang dalam tradisi Belian. “Penyigi Damar” berlatar belakang tentang penjaga api damar dalam tradisi Badewo. “Mandi Safar” berbicara tentang remaja yang menolak tradisi Mandi Safar. “Perempuan Bokor” tentang perjuangan perempuan yang ingin terlibat dalam tradisi Bela Bokor. “Lelaki Zapin” tentang lelaki penari yang ingin menunjukkan bahwa menggeluti diri sebagai penari Zapin bukan suatu yang salah. “Bujang Bayu” tentang dilema anak muda yang bertugas sebagai pembantu Gumantan dalam tradisi Babalian. “Numbai” tentang perjuangan anak yang mencoba melanggar tradisi mengambil madu demi mengobati adiknya. “Batang Buruk” tentang gadis yang berwajah buruk tapi baik hatinya. “Baganduang” tentang perempuan yang dipermalukan saat lamaran dalam tradisi Baganduang.  “Anak Jalur” mengisahkan usaha keras anak Kuantan untuk mencintai tradisi pacu jalur. “Renjispun Tawar” tentang perempuan yang dilema dengan pilihan pasangan hidup dan dikejutkan saat tepung tawar dilaksanakan. “Suatu Ketika di Pegang Megang” berkisah tentang seorang pelukis yang bertemu seorang penari saat tradisi Petang Megang dilaksanakan, dan cerpen-cerpen lain yang menarik dengan latar tradisi Melayu.
Dengan cerpen-cerpen tersebutlah cara penulis mengenalkan tradisi Melayu Riau di kalangan siswa. Ternyata hasilnya mengejutkan, mereka tertarik untuk membaca cerpen-cerpen tradisi tersebut. Mereka mengatakan dengan cara inilah akan lebih memudahkan mereka untuk memahami tradisi tempatan. Penulis tergelitik untuk membuktikan ungkapan-ungkapan spontan tersebut ke dalam rangkaian penelitian.

Sebuah Hasil Penelitian
Dengan menggunakan serangkaian perangkat penelitian budaya penulis mencoba memanfaatkan cerpen-cerpen tradisi yang ditulis sebagai sumber penelitian. Responden yang dipilih terdiri dari pelajar SMA dan mahasiswa yang  berada di Riau. Hasil yang ditunjukkan bahwa sejumlah 95% responden setelah membaca cerpen tradisi membuatnya menjadi kenal dengan tradisi Melayu Riau dan 72% responden menjadi ingin mengetahui lebih jauh tentang tradisi Melayu Riau yang dimaksud dalam cerpen tradisi. Setelah melakukan analisis secara mendalam terhadap hasil angket dan wawancara terhadap 100 responden kesimpulan umum yang dapat ditarik bahwa meramu tradisi Melayu Riau dengan cara yang kreatif dan menyenangkan dapat melindungi generasi muda Riau dari kealpaan tradisinya.

Penutup
Cerpen tradisi memang hanya merupakan salah satu alternatif, tetap diperlukan usaha gigih dan kerja keras untuk membuat generasi muda di sini melek akan tradisinya. Jangan sampai budaya pop lebih membumi dibandingkan budaya Melayu dengan tradisi yang luhur berkembang dalam pergaulan mereka. Penulis yakin ketekunan yang ada akan menghilangkan julukan generasi muda Melayu dari kealpaan tradisinya.

Tidak ada komentar