Ketika Mas Gagah Pergi Membawaku Menuju Puncak Prestasi


Berprofesi sebagai seorang guru SMA membuat saya harus rajin membaca dan menyelami dunia remaja dengan utuh. Membaca pada awalnya yang saya sukai hanyalah bacaan ilmiah yang dapat menunjang proses pembelajaran dan meningkatkan kualitas profesi saya. Sempat terlintas pikiran apatis terhadap karya fiksi berupa karya sastra bahwa membacanya hanya sia-sia dan buang-buang waktu. Dunia fiksi bagi saya saat itu adalah dunia hayal.
Tahun 2002 ketika ada seorang murid saya yang bernama, Hayati Rahmah, saat ini menjadi penulis islami sekaligus psikolog, meminjamkan saya sebuah Kumpulan Cerpen yang berjudul Ketika Mas Gagah Pergi (KMGP). Awalnya apriori tetap ada, namun untuk menjaga perasaannya saya iyakan kalau saya suka. Di rumah saya mulai membacanya. Saat membacanya seperti ada tarikan magnet yang sulit untuk menghentikannya. Apalagi saat ending cerita. Keharuan merasuki diri. Terjadi proses kontemplasi, mengenang makna perjalanan hidup. Entah mengapa sejak itu, bacaan sejenis KMGP dengan prioritas karya HTR mulai saya hunting di pasaran. Sangking bahagia dan terkesannya terhadap KMGP, saya sering memberikan buku KMGP kepada anak-anak remaja yang saya anggap punya peluang untuk memajukan Islam sekaligus sebagai tanda silaturahmi.
Setelah KMGP saya menemukan Titian Pelangi dan Hari-Hari Cinta Tiara yang bergaya remaja, Ketika Batu Bicara, jihad di Palestina membuat gelora akan ghirah untuk berjuang dan Lelaki Kabut dan Boneka yang dwi bahasa. Kebetulan isteri saya yang berprofesi sebagai dosen sangat tertarik membaca karya-karya HTR.
Aku dengan seragam FLP Riau, sebagian buku-buku HTR,
dan tropi bidang menulis yang diperoleh karena diawali
dari membaca Ketika Mas Gagah Pergi

Bahkan sejak itu kami berniat menyisihkan rejeki untuk membeli buku-buku HTR dan karya-karya FLP yang saya tahu sebagai organisasi penulis islami yang dipimpin HTR saat itu. Berlanjut kami hunting karya-karya HTR, walaupun berupa tulisan bersama yang penting ada HTR nya maka akan kami beli dan baca, seperti Luka Telah Menyapa Cinta dan Ketika Duka Tersenyum. Bahkan saat lagi booming buku Chicken Soup, kami melihat Pelangi Nurari yang ditulis HTR dan Asma Nadia, kami anggap tak kalah hebat dengan tulisan-tulisan motivasi yang sejenis Chicken Soup.
Saat di sebuah media ada resensi tentang buku Bukan di Negeri Dongeng, dan ada nama HTR, dengan sigap saya pergi ke toko buku Islam SAKINAH untuk  mencari buku tersebut. Setelah membacanya menjadi inspirasi kuat untuk menjadi orang yang lebih baik. Bahkan selalu saya pinjamkan untuk teman-teman yang berkecimpung di PKS (Partai Keadilan Sejahtera). Bahkan buku Untuk Bunda dan Dunia karangan Faiz, putera HTR, saya koleksi untuk saya bacakan kepada puteri saya, dengan pertimbangan bahasa Faiz adalah bahasa anak dan akan mudah diterima oleh anak-anak.
Setelah selama 4 tahun membaca karya-karya HTR, dalam diri mulai tergerak untuk mencoba menulis karya sastra. Saya coba membuka situs-situs yang ada di internet yang berhubungan dengan penulisan sastra. Saat itu muncul di layar komputer berita tentang FLP. Terpikir oleh saya, mengapa tidak bergabung saja ke FLP? Mulai lagi hunting, muncul informasi tentang FLP Riau. Saya hubungi nama tersebut dan mendapat respon positif. Dua buku karya HTR yang saya pikir dapat membekali saya untuk mulai menulis adalah Segenggam Gumam dan Menulis Bisa Bikin Kaya menjadi acuan dan motivasi saya dalam mendalami dunia tulisan. Sejak itu, dengan proses penempahan diri lewat FLP Riau, ditambah kerja keras, tulisan-tulisan sastra saya mulai berhasil dimuat di majalah sastra Sagang di Riau. Kemudian dipercaya menjadi pengurus FLP Riau sebagai Seksi Litbang. Bahkan saya dan beberapa teman sempat membentuk Komunitas Kata, komunitas membahas cerpen mingguan.
Dalam menulis ingin sekali karya sastra saya seperti karya-karya yang dihasilkan HTR tapi saya yakin setiap penulis membawa gayanya masing-masing, maka saya teruskan saja menulis tanpa harus membuat karya-karya saya seperti karya HTR. Lewat FLP saya mendalami penulisan-penulisan selain sastra. Dan dengan kerja keras tahun 2007 saya berhasil menjadi juara harapan penulisan artikel tingkat nasional dan finalis lomba keberhasilan guru dalam pembelajaran dalam bidang penulisan karya ilmiah. Bahkan mengingat prestasi saya di bidang penulisan tersebut, saya dipercaya saat ini mengelola Jurnal Cendekia, Jurnal Ilmiah di lingkungan Yayasan Pendidikan Cendana tempat saya bekerja. Puncak-puncak prestasi yang saya alami dalam bidang tulisan tersebut tidak akan pernah saya lupakan berawal dari membaca Ketika Mas Gagah Pergi karya HTR. Terima kasih Mbak Helvy.


Penulis adalah Guru Sosiologi SMA Cendana Pekanbaru, Komplek Palem, PT. CPI Rumbai, Pekanbaru Riau. HP. 085265437316. Email : bkariyawan@yahoo.com

Tidak ada komentar